Keputusan Menteri dan Keputusan Kepala BP2MI Boleh Dievaluasi, Boleh Direvisi
Jakarta - Peraturan Perundang Undangan saja bisa direvisi, apalagi pelaksanaan kebijakan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia (PMI) tentu boleh boleh saja direvisi.
Bolehkan Kepala BP2MI Benny Rhamdani merevisi Peraturan Kepala Badan No.09 tahun 2020 tentang pembebasan biaya penempatan ?
Boleh boleh saja, toh kenyataanya sulit dilaksanakan, buang buang waktu, PEMDA saja mogok melatih, apa rakyat disuruh dorong bus mogok? Tanya Saiful Ketum Aspataki.
Semua Keputusan Kepala BP2MI dalam UU No.18 Tahun 2017 boleh direvisi. Tinggal mau apa tidak, ujar Saiful
Begitu juga dengan Keputusan atau Peraturan Menteri boleh boleh saja dievaluasi dan direvisi, asal demi Pekerja Migran Indonesia dan keluarganya serta bukan demi pesanan kelompok tertentu, kata Saiful.
Termasuk Permenaker No.09 tahun 2019, Permenaker No 10 tahun 2019, lebih extrim lagi Kepmenaker No.260 tahun 2015 boleh dan seharusnya telah dievaluasi untuk direvisi,
- karena moratorium justru menguntungkan para mafia, sementara manfaat buat rakyat apa?
Revisi dimaksud tentu dimulai dari evaluasi internal atau external menuju kesempurnaan kebijakan boleh dilakukan demi tujuan yang lebih besar lagi, kata Saiful.
Saiful yakin Kepala BP2MI akan lakukan evaluasi dan revisi Perban No.09 tahun 2020 pada saat yang tepat, kami tetap akan mendukung yang terbaik agar program Nasional penempatan Pekerja Migran Indonesia dapat menjadi bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), kata Saiful
Yang dimaksud saat yang tepat adalah awal 2022, ujar Saiful.
Sementara soal pencabutan Moratorium (Kepmenaker No.260 tahun 2015) tentu harus melalui telaah sebagaimana diatur dalam UU No.18 tahun 2017, Pemerintah tidak boleh diam, kata Saiful