DEMI HAK HAK WARGA NEGARA ASPATAKI SIAP KE MK
Jumat, 20 September 2019
Edit
ASPATAKI SIAP KE MAHKAMAH KONSTITUSI DEMI WARGA YG INGIN MENJADI PMI
JAKARTA ( AC ). Setelah diputuskan bersama saat Rakernas Aspataki di Jogja 7 Agustus 2019, DPP Aspataki bergerak cepat menyiapkan materi, bukti bukti dan para saksi yang akan bersaksi di Mahkamah Konstitusi RI.
Saiful Ketua Umum DPP Aspataki melihat peluang uji materi ke MK atas UU No 18/2017 sangat terbuka, dikandung maksud agar hak hak Calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) bisa dipenuhi oleh Pemerintah Daerah, meskipun kita tau Pemda pasti berpedoman pada UU No 23 tahun 2014," justru akar permasalahanya ada pada benturan UU No 18/2017 dengan UU No 23 tahun 2014 dimana benturan tsb menimbulkan diabaikanya Hak azasi Pra Calon Pekerja Migran Indonesia ketika hendak bekerja ke Luar Negeri wajib mengikuti Pelatihan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah yang anggaranya diambilkan dari Fungi Pendidikan", demikian kata Saiful
Fungsi dana Pendidikan itu sendiri masih menimbulkan banyak tafsir saat pelaksanaan, siapa yang mengajukan anggaran, Kemendikbud yang punya Pendidikan, Kemnaker yang membidangi ketenagakerjaan atau Kemendagri pihak yang membawahi Pemprop dan Pemkab/Pemkot dan yang melaksanakan Pelatihaan sebagaimana diatur dalam pasal 40 dan 41 UU No 18/2017?
"Apakah kondisi masyarakat Calon PMI yang notabenenya kekurangan dan keterpaksaan harus mau menunggu pencairan anggaran dana Pendidikan agar dapat dibiayai pelatihanya padahal siapa yang berhak mengaggarkan juga masih belum bisa dipastikan ?", demikian tanya Saiful.
Akan menjadi aneh apabila mempelajari pasal 40 dan 41 UU No 18/2017 yang pada intinya biaya Pelatihan PMI dari APBN yang diambilkan dari Fungsi Penditikan sehingga PMI tidak diperkenankan membiayai dirinya sendiri meskipun anggaran Pemerintah belum ada, dengan demikian UU No 18/2017 jelas melanggar pasal 27 ayat (2) UUD 1945 dan berpotensi dibawa ke MK agar hak hak perdata warga negara yang mau kerja ke luar negeri tidak dilanggar oleh Pemerintah dan menjadi beberapa alternatif seperti PMI dapat membiayai dirinya ikut pelatihan di BLK swasta atau BLK milik Pemerintah.
Masih menunut Saiful, dampak yang paling dahsat ketika PMI tidak bisa membiayai diri sendiri dan Pemerintah tidak ada anggaran biaya pelatihan maka P3MI hanya menambah deposito dan Modal setor sama menggaji karyawan yang tidak ada pekerjaan sama sekali, sehingga kondisi demikian berpotensi Pemerintah melanggat hak berusaha selaian dampak PHK terhadap ribuan staf P3MI, BLK dan lain lain dengan demikian Pemerintah melanggar Hak Berusaha yang dijamin dalam UUD 1945." P3MI yang diwajibkan mencarikan Job order tapi harus meyakinkan mitra kerja di Luar Negeri bahwa P3MI tidak dapat menjanjikan kapan dapat memenuhi kebutuhan tsb sehingga kepercayaan pihak mitra kerja di luar negeri kepada P3MI juga akan pudar dan mereka tentu akan beralih ke Negara sumber lainya seperti philipna, Nepal Banglades dll", demikian kata Aspataki
" Yang tidak kalah menariknya menurut Saiful, Devisa Negara dari sektor PMI akan menurun bahkan akan terjun bebas, namun di sisi lain jumlah PMI ilegal akan menjadi lebih besar lagi dan Pemerintah akan sibuk mengurusnya tentu dengan anggaran pemerintah sendiri", demikian kata Ketum DPP.Aspatakai.
Foto Selesai Diskusi Materi ke MK